OPINI, newsharian.com — Dunia pendidikan perguruan tinggi sekarang ini lagi heboh. Salah satunya yang terjadi di Universitas Lampung Mangkurat (ULM).
Saat ini Akreditasi Universitas Lambung Mangkurat (ULM) mengalami penurunan drastis dari unggul (A) ke peringkat baik (C).
Keputusan ini tertuang dalam surat nomor 1582/BAN-PT/LL/2024 tanggal 20 September 2024 , yang ditandatangani oleh Direktur Dewan Eksekutif BAN-PT, Prof Ari Purbayanto.
Nasib tak sedap ini diawali dari pencabutan SK 11 guru Fakultas Hukum ULM, semakin mencuat setelah nama-nama 20 guru besar ULM yang terkait dengan kasus ini bocor ke publik, termasuk dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) ULM. Pencopotan para guru besar tersebut karena pelanggaran administrasi dan ULM melabrak prosedur promosi guru besar.
Kasus ini menunjukkan bahwa bahkan di tingkat akademik tertinggi, masalah etika dapat menghancurkan reputasi institusi yang telah lama dibangun.
Guru besar, yang seharusnya menjadi contoh dalam menjaga nilai-nilai keilmuan dan moral, justru terlibat dalam skandal yang mencoreng dunia pendidikan kita.
Masih pada bulan September 2024 ini, munculnya skandal manipulasi nilai di Universitas Tanjungpura (UNTAN) Pontianak, di mana beberapa dosen diduga telah memanipulasi sistem informasi akademik (SIAKAD) untuk mengubah nilai mahasiswa tanpa proses akademik yang seharusnya.
Dimana salah satu mahasiswa Prodi Magister (S2), Jurusan Politik, Fisip Untan tak pernah mengikuti perkuliahan. Tapi, seluruh nilai mata kuliah, muncul di SIAKAD. SIAKAD merupakan sistem informasi akademik, untuk memasukkan nilai mata kuliah. Aplikasi SIAKAD dirancang mengelola dan memantau, data akademik mahasiswa setiap semester.
Praktik semacam ini tidak hanya melanggar etika akademik, tetapi juga meruntuhkan makna dari sebuah gelar.
Jika gelar diperoleh tanpa usaha dan tanpa kualitas, bagaimana kita bisa percaya bahwa lulusan yang dihasilkan benar-benar kompeten?
Integritas akademik adalah fondasi dari pendidikan tinggi, dan jika tercoreng oleh tindakan curang, maka kita harus mempertanyakan nilai dari pendidikan yang mereka terima.
Kusam nya perguruan tinggi juga terjadi pada Pertengahan Agustus 2024 di Kota Palembang yakni Universitas Kader Bangsa (UKB) masuk dalam status ‘Pembinaan’ yang dikeluarkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Sebelumnya Tim Kemendikbudristek telah melakukan pemeriksaan di Kampus Universitas Kader Bangsa (UKB), atas sejumlah pengaduan masyarakat, yang diduga melakukan pelanggaran hukum dan administrasi, mulai dari tata kelola yayasan pendidikan, hingga pengaduan dugaan praktik pemberian ijazah tanpa hak beberapa waktu lalu.
Dengan Status Pembinaan, maka kampus UKB tidak boleh menerima mahasiswa baru, tidak boleh menyelenggarakan wisuda, tidak bisa mengupload data ke porlap DIKTI hingga batas waktu status ‘Pembinaan’ tersebut dicabut.
Situasi ini menunjukkan bahwa pengelolaan dan transparansi di perguruan tinggi harus dipertanyakan.
Bagaimana mungkin sebuah institusi pendidikan tinggi yang seharusnya menjadi panutan dalam standar akademik justru terjebak dalam pelanggaran?
Ini adalah sebuah panggilan untuk semua pihak, baik yayasan, pengelola, dosen, maupun tenaga pendidik, untuk memperbaiki tata kelola di dalam institusi masing-masing.
Potret Kusam Sebelumnya juga terjadi di awal tahun 2024 yakni Penipuan Program KIP di Institut Agama Islam Darul Amal (IAIDA) Metro, Lampung.
Berawal dari animo mahasiswa baru sangat sulit untuk ditingkatkan karena IAIDA baru satu tahun berdiri, maka ada penawaran dari oknum makelar/broker pada tahun 2023 yang menawarkan adanya program KIP untuk 90 mahasiswa.
Dengan telah mengelontorkan sejumlah uang untuk proses KIP ini ternyata seiring berjalannya waktu, program tersebut tidak terealisasi dan uang pembukaan Akun mahasiswa pun lenyap, akhirnya perkara ini pun dilaporkan ke Mapolres Metro.
Praktik penipuan pengurusan pembuatan KIP Palsu yang diduga dilakukan oleh seorang makelar dan Oknum mantan rektor IAIDA Lampung menunjukkan betapa rentannya posisi mahasiswa.
Mereka menjadi korban dari sistem yang seharusnya melindungi mereka.
Penanganan yang lambat terhadap kasus ini hanya memperburuk situasi, menambah ketidakpercayaan masyarakat terhadap institusi pendidikan.
Yang sangat memprihatinkan ada 84 Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang terancam ditutup juga.
Kondisi ini diungkapan oleh Dewan Eksekutif BAN PT, Prof Ari Purbayanto hadapan Komisi X DPR RI pada tanggal 13 Agustus 2024.
Penutupan PTS ini dikarenakan pihak kampus tidak lolos akreditasi.
PTS gagal menunjukkan standar akreditasi dan mengalami kelalaian dalam pengelolaan.
Ketidakmampuan institusi untuk memenuhi standar akreditasi menciptakan kerugian besar tidak hanya bagi kampus itu sendiri, tetapi juga bagi sistem pendidikan nasional. Ini menjadi peringatan keras bahwa kita perlu segera mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki kualitas pendidikan tinggi. Bagaimana dengan sanksi hukum?
Sanksi hukum sangat penting dalam upaya memperbaiki keadaan pendidikan tinggi di Indonesia, terutama untuk menanggulangi kasus-kasus pelanggaran serius.
Pihak yang terlibat dalam pelanggaran etika akademik, manipulasi nilai, atau penipuan dalam program bantuan pendidikan harus dihadapkan pada sanksi hukum yang tegas.
Ini bisa berupa denda, pencabutan izin operasional, atau bahkan hukuman penjara bagi individu-individu yang terlibat.
Penting untuk memberikan perlindungan hukum bagi mahasiswa yang menjadi korban dari praktik tidak etis.
Mereka harus memiliki hak untuk mengajukan tuntutan hukum dan mendapatkan kompensasi jika mengalami kerugian akibat tindakan pihak perguruan tinggi. Memberikan pendidikan tentang hukum dan etika akademik kepada dosen, mahasiswa, dan pengelola perguruan tinggi.
Dengan pemahaman yang lebih baik mengenai konsekuensi hukum dari tindakan mereka, diharapkan dapat mengurangi angka pelanggaran.
Kementerian Pendidikan dan lembaga terkait lainnya harus berkomitmen untuk menegakkan hukum secara konsisten.
Ini termasuk investigasi yang cepat dan transparan terhadap setiap laporan pelanggaran yang masuk.
Langkah-Langkah untuk Pembenahan
Melihat kondisi ini, jelas pembenahan di dunia pendidikan tinggi Indonesia sangatlah mendesak.
Perlu diambil untuk mencegah terulangnya masalah serupa.
Perlunya menerapkan sistem pengelolaan yang transparan dan akuntabel, terutama dalam pengelolaan dana bantuan pendidikan dan penilaian akademik.
Pengawasan dari pihak luar yang independen juga penting untuk menjaga integritas institusi.
Pendidikan tentang etika akademik harus menjadi bagian integral dari kurikulum di semua level pendidikan tinggi.
Dosen dan mahasiswa perlu diberikan pemahaman mendalam tentang pentingnya integritas dalam pendidikan.
Selanjutnya perlu menciptakan mekanisme yang memungkinkan mahasiswa dan masyarakat untuk menyampaikan keluhan dan saran.
Keterlibatan stakeholder akan memperkuat legitimasi dan kepercayaan publik terhadap institusi pendidikan.
Yang perlu diperhatikan juga yakni Pemisahan antara yayasan dan pengelolaan akademis sangat penting untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih profesional.
Hal ini akan membantu mengurangi campur tangan yayasan dalam pengelolaan pendidikan yang seharusnya otonom dan berbasis profesionalisme.
Peningkatan Pengawasan dari Kementerian Pendidikan Kementerian Pendidikan harus lebih proaktif dalam melakukan pengawasan terhadap perguruan tinggi, termasuk audit reguler untuk memastikan bahwa institusi memenuhi standar akreditasi yang ditetapkan.
kita berharap agar pendidikan tinggi di Indonesia dapat kembali ke jalur yang benar. Semua pihak, baik yayasan, pengelola, dosen, dan tenaga pendidik, serta para pihak berkepentingan harus berkomitmen untuk menjalankan tugas secara profesional dan dengan integritas.
Ini adalah tanggung jawab bersama kita untuk memastikan bahwa pendidikan di Indonesia tidak hanya menghasilkan lulusan, tetapi juga menghasilkan generasi yang berkualitas, kompeten, dan siap bersaing di dunia global. SEMOGA. (*)