PANGKALPINANG, newsharian.com — Seluruh Anggota Dewan Pimpinan Rakyat Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (DPRD Babel) mengelar rapat Panitia Khusus (Pansus) Terkait pembahasan Kawasan Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah di Desa Batu Beriga, agenda pertemuan dengan perwakilan Pemerintah Kabupaten Bangka Tengah ini, Berlangsung secara tertutup di Ruang Banmus DPRD Bangka Belitung (Babel), Jum’at (18/10/2024).
Ketua Pansus, Pahlivi Syahrun mengatakan pertemuan ini bertujuan untuk mengetahui secara detail rekomendasi apa saja yang telah dikeluarkan oleh Pemkab Bangka Tengah, terkait rencana pertambangan timah di Laut Batu Beriga tersebut.
“Teman-teman (Bangka Tengah) feedback bahwa ada perda yang dibuat oleh Pemkab Bangka Tengah terkait perlindungan wilayah tangkap di Beriga, juga ada perda konservasi Pulau Gelasa, ada juga keputusan menteri KKP tentang perlindungan kawasan Perlang sampai pulau Gelasa,” kata Pahlivi.
“Jadi ini ada kewajiban daerah menjaga amanah negara ini, jadi kami minta tolong di cross cek kembali aturan ini seperti apa, supaya kita tidak salah langkah dalam proses pertambangan laut ini,” ungkapnya.
Sementara itu, seusai rapat dilaksanakan Rina Tarol, S.E, Anggota DPRD Babel ini siap menyuarakan masyarakat Desa Batu beriga menjadi Zero tambang dan menilai PT Timah Tbk hanya berjanji saja tidak akan mencari jalan keluar dari permasalahan ini.
“Kami harapankan secara saya pribadi Desa Batu Beriga ini menjadi Zero tambang biarkan masyarakat bisa tenang dengan alam yang sangat baik itu, PT Timah masih keras untuk menambang di sana dan mereka berjanji untuk mencari jalan keluarnya saya pikir tidak ada jalan keluar lagi yang ada paling CSR, Kompensasi dan itu selalu begitu Padahal kita berharap bukan itunya Tapi pasti mereka bertambang bagaimana mereka menyikapi lingkungan sebagaimana yang kita ketahui laut-laut yang mereka bekas tambang tidak ada reklamasi seperti laut Sukadamai dan Permis, yang ada lingkungannya hancur lebur di tambang secara barbar sehingga terjadi kontrol sosial yang sangat luar biasa kasihan dengan masyarakat,” jelas Rina Tarol.
Dikatakan Rina, jika PT Timah masih kekeh untuk menambang di laut perairan Desa Batu Beriga, Kecamatan Lubuk Besar, Bangka Tengah ini, bukan main, tetapi dirinya langsung mengajak masyarakat setempat untuk melaporkan hal ini untuk mengajukan gugatan ke pengadilan.
“Saya pikir dewan hanya bisa mendampingi masyarakat, ajukan gugatan ke pengadilan. Kerugian yang masyarakat alami, lalu kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh penambangan. Gugat PT Timah dan Pemerintah Daerah yang mengeluarkan izin-izin itu, benar gak prosedur itu jangan-jangan terjun dari langit,” tegasnya.
Yang mana, hasil dari audiensi tersebut, PT Timah hanya berbicara terhadap kompensasi berupa corporate social responsibility (CSR), sebagai jalan keluar terhadap masyarakat yang terkena dampak aktivitas pertambangan.
Namun Rina Tarol mengungkapkan, CSR bukanlah jalan keluar yang diharapkan masyarakat.
“Yang kita harapkan bukan bantuan ini, tapi pasca menambang. Apa tanggungjawab mereka terhadap kerusakan lingkungan? Karena bekas laut mereka menambang seperti Permis, Sukadamai tidak ada reklamasi, lingkungan hancur lebur dan yang ada konflik sosial,” bebernya.
“Mereka tidak punya inovasi atau formula yang baik, kalau mereka tidak punya jangan ganggu nelayan. Jadikan zero tambang, jangan semua laut dihancurkan,” tambahnya.
Rina Tarol juga menyoroti alasan PT Timah yang tetap menjalankan aktivitas pertambangan, dikarenakan adanya potensi biji timah yang ada di laut Batu Beriga.
“Padahal laut yang mereka tambang hasilnya tidak masuk ke PT Timah, tapi masuk ke cukong-cukong. PT Timah sendiri tidak bisa mengamankan asetnya, tidak bisa melindungi apa yang menjadi hak mereka. Tapi mereka memaksakan diri untuk yang lainnya, mereka mengabaikan kepentingan masyarakat yang lainnya,” ungkapnya.
Tak hanya itu, Rina juga memaparkan ada indikasi dugaan kecurangan yang dilakukan oleh PT Timah, apa bila cukong yang ingin memasuki ponton harus membayar uang Barcode dan Bendera.
“Mereka meminta pasang barcode setiap bendera Itu diminta baju kaos satu benderanya itu 3, 5 sampai 7 jutaan la saya lupa, tapi di atas gitulah untuk bendera bayar lagi pungli apalagi yang dilakukan oleh PT Timah ini sebenarnya, makanya mereka ngotot karena PT Timah sendiri tidak punya teknologi untuk menambah karena Core sebagai PT Timah itu penambang bukan pembeli bukan pula jual beli timah,” paparnya.
“Buktinya barcode-barcode itu tidak bisa diamankan oleh pihak PT Timah yang terjadi saat ini salah satunya di Sukadamai, itukira-kira aman nggak,? tidak! banyak bendera-bendera yang nyelonong, ini punya si aparat ini punya si ini, kita tidak tahu punya siapa? ngak tahu kebenerannya ini punya siapa gitu loh. ujung-ujungnya konflik yang terjadi,” tukatukas Rina. (Ical/NH)