PANGKALPINANG, newsharian.com — Warga Desa Beluluk mengeluh sumber air (Sumur -red) mereka yang diduga tercemar minyak dari Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Kejora No.24331115 yang beralamat di Jl. Koba km.7 belakang SPBU Kejora RT.004 Desa Beluluk Kecamatan Pangkalanbaru, Kabupaten Bangka Tengah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung terkontaminasi bau busuk dan berminyak.
Pantauan tim Journalis Bangka Belitung Bergerak (Jobber) salah satu sumur warga milik Dr. Nina Haryani, S.T., M.T di belakang rumahnya terlihat jelas sumber air yang digunakan sehari – hari ini tercemar yang diduga terkontaminasi bau busuk campuran pertaille dan solar.
Nina mengatakan pencemaran ini sudah terindikasi dari tahun 2015 silam, dan hal ini juga sudah disampaikan warga sekitar serta perangkat desa kepihak pengelola SPBU tersebut. Namun, tidak membuahi hasil.
“Pencemaran ini sudah terindikasi dari tahun 2015 silam, kami sudah menyampaikan hal ini kepada pihak pemilik SPBU tersebut orang tua saya (Bapak Baharuddin) dan para warga yang terkena dampak serta perangkat desa ke pihak pemilik SPBU Kejora an. Pak Asin (sekarang sudah meninggal dunia), dimana ada sekitar 7 sumur warga yang tercemar (2 diantaranya adalah sumur bor di rumah saya). Beliau memberi solusi dengan menyediakan sumur bor kecil untuk beberapa rumah dan sebagian rumah warga dialirkan air langsung dari sumur bor milik Pak Asin ke rumah warga. Sementara untuk pencemaran minyak yang diindikasi berasal dari
minyak SPBU tersebut, kami tidak mengetahui apakah sudah diperiksa dan ditanggulangi sesuai prosedur atau tidak oleh pihak SPBU pada saat itu,” kata Dr. Nina, Kamis (24)7/2024) di kediamannya.
Dia juga menceritakan bahwa pencemaran terhadap sumur warga terjadi lagi tahun 2023, dimana sumur galian dirumahnya diindikasikan tercemar juga, sehingga sudah 3 sumur yang tercemar di rumahnya (2 sumur bor yang sudah tercemar dari tahun 2015, dan 1 sumur galian yang tercemar 2023).
“Secara keseluruhan sudah sekitar 8 sumur warga yang tercemar hingga
2023. Perihal ini disampaikan kembali kepada pihak SPBU Pak Budi sebagai orang kepercayaan Almarhum Bapak Asin namun tidak ditanggapi dengan baik sebab tidak pernah menemui warga dan tidak memenuhi ajakan Kepala Desa untuk bertemu membicarakan
perihal pencemaran tersebut pada bulan Agustus 2023 lalu,” ceritanya.
“Pada tanggal 14 September 2023, orang tua saya melaporkan perihal pencemaran air tersebut ke pihak POLDA Krimsus. Laporannya diterima, kemudian Pihak Polda, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi, Pertamina dan perangkat desa datang ke lokasi dan menyaksikan pengambilan sampel oleh pihak DLH Provinsi. Semua pihak sepakat
menyatakan ada bau menyengat pada sampel, namun kandungan sampel tidak diketahui dan memerlukan analisis untuk mengetahui kelayakan air minum tersebut beserta kandungannya,” tambahnya.
Dikatakan Nina, pada 20 Februari 2024, orang tua nya dipanggil untuk dimintai keterangan oleh pihak polda dan dijanjikan akan dimediasi. Namun tidak ada mediasi, tidak ada kejelasan hasil analisis dan bagaimana solusi dari permasalahan ini, sampai per tanggal 5 Juli 2024 tidak juga menemukan titik terang sehingga melaporkan hal ini kepihak bersangkutan agar permasalahan ini bisa selesai.
“Pada tanggal 5 Juli 2024, saya putri dari Bapak Baharuddin mendatangi DLH Provinsi untuk meminta informasi mengenai hasil analisis sampel air sumur warga yang pernah mereka lakukan. Selain itu saya melakukan pelaporan ke bagian pengaduan dan penegakan hukum DLH Provinsi dan DLH Kab. Bangka Tengah dikarenakan permasalahan pencemaran air sumur warga tidak ada penyelesaian baik dari pihak POLDA maupun Pihak SPBU. Pelaporan juga saya lakukan ke Pertamina sebagai Mitra SPBU (No pengaduan 240700550112 per tanggal 5 Juli 2024) terkait pencemaran air sumur warga yang diduga karena minyak dari SPBU kejora dimana pencemaran tersebut sangat merugikan kami para warga sebab menimbulkan beberapa dampak baik secara material maupun kesehatan warga. Selain itu pencemaran tersebut sangat merusak keseimbangan lingkungan yang apabila dibiarkan akan memperluas pencemaran air sumur lainnya dan dampaknya semakin besar,” jelasnya.
“Sebagai informasi, tidak ada tanggapan dari pihak SPBU Kejora terhadap warga yang dirugikan sejak agustus 2023 sampai tanggal 5 Juli 2024. Kami juga merasa keberatan atas hasil analisis yang disampaikan oleh DLH Provinsi karena parameter analisis yang
dilakukan tersebut tidak mewakili sepenuhnya parameter wajib air minum sesuai Permenkes no 2 tahun 2023 yang termuat dalam bab II hal 29 tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan (SBMKL) Dan Persyaratan Kesehatan Air, Udara, Tanah,
Pangan, Sarana dan Bangunan, Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit,” tambahnya lagi.
Tak hanya itu, Nina menjelaskan juga ada kejanggalan yang membuatnya menjadi tercengang, karena pihak DLH Provinsi justru memeriksa parameter khusus air minum untuk wilayah industri, Wilayah pertambangan minyak, Gas, panas bumi, sumber daya mineral
“Aneh si menurut saya, karena hasil yang disimpulkan katanya normal oleh pihak DLH Provinsi kepada pihak Polda Krimsus yang menangani kasus ini sangatlah kurang tepat karena tidak lengkap dan tidak mewakili parameter analisis yang seharusnya hasil analisis PT.Unilab Perdana dan Hasil Analisis UPTD Lab. DLHK provinsi,” anehnya.
“Saya lampirkan juga contoh parameter uji air sumur, hasil analisis dan metode analisisnya dari suatu Laboratorium sebagai pembanding sehingga dapat dipahami bahwa uji yang seharusnya adalah demikian, celoteh Nina.
“Kami juga menyayangkan mengapa hasil analisis yang sudah diambil oleh pihak Polda Krimsus yang menangani kasus ini tidak disampaikan kepada warga sebagai salah satu bentuk penyelesaian masalah, pihak polda Krimsus tersebut justru menyatakan hasil normal kepada pihak Pertamina tanpa menunjukkan hasil analisis secara terbuka kepada pihak pertamina, warga dan perangkat desa, bahkan tidak melibatkan pihak DLH selaku pihak yang lebih paham mengenai hasil analisis tersebut. Hal ini saya ketahui berdasarkan keterangan Bagian Pemasaran Pertamina Pak Sandi pada tanggal 9 Juli 2024 lalu,” tambahnya lagi.
Nina berharap kepada pihak SPBU tersebut melakukan pemeriksaan dengan dilakukan oleh teknisi yang mengerti bagaimana pemeriksaan menyeluruh dari mana sumber pencemarannya agar bisa diperbaiki dan ditanggulangi supaya tidak terjadi lagi tercemar ini.
“Kita minta tolong pihak Pertamina melakukan pemeriksaan terhadap permasalahan ini supaya tidak ada lagi pencemaran terjadi, percuma dibikin sumur bor kalau di SPBU tersebut tidak diperbaiki kalau di situ masih bocor percuma dibuat sumur bor mau pun 100 sumur bor tetap tercemar, yang kedua pulihkan sumber warga biar kita tidak kering kalau kemarau alangkah baiknya kalau mereka paham di purifikasi jangan pemulihan terus dikuras dibuang lagi ke sini ini namanya menimbulkan masalah, yang ketiga untuk orang-orang yang terkait tolong didengarlah keluhan dari masyarakat ini karena masyarakat ini banyak kerugian dari material, uang bolak-balik beli air, bolak-balik ngangkut air, kerugian fisik seperti sakit kerugian psikologis marah naik tensi kami stress jadinya,” tutup Nina.
Sedangkan Hasanah, salah satu warga yang juga terdampak saat dimintai keterangan mengatakan setelah mengkonsumsi air tersebut mengalami kelukaan fisik.
”Inilah pak jadinya, kaki saya banyak bintik-bintik hitam dan gatal padahal sudah berobat tapi juga belum sembuh, mulai terkena ini sudah lama ya mulai dari 2015 dan hampir semua keluarga saya terkena penyakit seperti ini,” ungkap Hasanah.
Sementara itu, Budi selaku pengelolaan SPBU tersebut saat dikonfirmasi tidak merespon konfirmasi yang dikirimkan oleh wartawan, hingga berita ini diterbitkan. (Ical/NH)